1211010116 RAHMAD HIDAYAT E-BISNIS P08

Diary Depresiku

Kulirik jam tangan bermerk ADIDAS tahun 2009 di tangan kiriku. Layar digital pada jam tersebut menunjukan pukul 14.08 WIB. Aneh sekali pikirku dalam hati. Seharusnya bel sudah berbunyi delapan menit yang lalu. Kenapa ini, apa guru piket lupa manekan tombol bel. Aku sudah tidak berkonsentrasi lagi untuk memperhatikan guru di depan kelas. Tangan kananku mula memainkan pena layaknya seorang drumer memainkan stik drumnya.
Tak lama kemudian bel berbunyi empat kali menandakan kegiatan belajar telah usai.
“yes,”gumamku.
Ketika aku beranjak keluar pintu tiba-tiba ada yang menepuk bahuku dari belakang.
“Toni!!”
“hey....what happen Mr.Radit?”tanyaku dengan nada bercanda.
“kamu ini... lupa ya?, nanti jangan lupa kerumah ngerjain tugas. Ok,”jawabnya serius.
“oke lah kalo begitu, oke lah kalo begitu,”jawabku masih dengan nada bercandaku.
Kemudian Radit bergegas meninggalkanku. Aku memang orang yang suka bercanda. Tetapi ada kalanya saat serius maka aku pasti akan serius. Sesampainya di rumah kudapati kedua orang tuaku sedang bertengkar hebat. Aku hanya mampu menghela nafas panjang tanda ketidak pedulianklu terhadap mereka berdua. Kemudian aku langsung mencari kedua adikku. Kupandangi mereka berdua. Kurasakan mereka seperti ketakutan. Kata budeku mereka berdua sering bertengkar sejak aku masih bayi. Entah apa yang melatar belakangi mereka sering bertengkar sampai saat ini. Kupeluk kedua adikku, berusaha menenangkan mereka.
“Nina , Arum tenang,”kataku pelan.
Aku terus coba mengatakan semua akan baik-baik saja. Ingin kuhibur kedua adikku ini, tapi aku seperti hilang akal. Aku bingung harus berbuat apa.
“tapi kak, kasian ibu nanti?”kata Nina.
“udah gak akan terjadi apa-apa kok,itu urusan orang dewasa,”jawabku coba menyakinkan.
“kita tidak boleh ikut campur.”
Kuajak mereka kerumah budeku yang tidak jauh dari rumahku. Kuberi mereka coklat yang kubeli saat jam istirahat.
“mereka berantem lagi ya Ton,”kata budeku.
“he...he....iya bude,”jawabku sambil tertawa tanpa dosa.
Budeku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“bude, nitip Nina sama Arum ya?”kataku sambil mencantolkan tas ke bahu.
“memang kamu mau kemana?”tanya bude heran.
“saya ada urusan bude tugas kelompok, mungkin pulangnya agak malam,”jawabku.
Ku pacu sepeda motorku ke rumah Radit. Di tengah perjalanan aku teringat bahwa ternyata buku sejarahku tertinggal di kelas. Lalu kuputuskan untuk kembali ke sekolah. Setibanya disana, ternyata masih ada beberapa siswa duduk-duduk sekedar bercanda bersama teman sejawatnya atau belajar di depan kelas. Siapa sangka di halaman belakang sekolah ,ku lihat Andi sedang bermesraan dengan seorang gadis. Andi yang kata teman-teman sering dipanggil si cupu (culun punya) karena setiap saat pasti belajar entah libur sekolah atau tidak. Kupikir di dalam otaknya hanya ada angka-angka saja. Ternyata masih bisa memikirkan perempuan juga.
“Ah sial!membuat aku iri saja,”kataku dalam hati.
Andai saja aku punya seseorang yang dapat di ajak berbagi. Walaupun aku punya banyak teman tapi aku ingin memiliki satu orang yang spesial di hatiku. Ah...biar waktu yang menjawab. Setelah mengambil apa yang aku cari aku langsung meninggalkan kelas. Saat di lorong koridor kulihat seorang sosok wanita. Sosok yang sangat aku kagumi. Nabila namanya. Kulihat raut wajahnya sedang kusut.
“eh Toni,asalamuallaikum,”sapanya seperti tak menyadari aku sejak tadi.
“walaikumsallam,”jawabku.
“eh Nabila, lagi sibuk ya kelihatannya,”tanyaku basa-basi.
“iya ni..,banyak yang harus ditanda tangani kepala sekolah.
“oh,”jawabku singkat.
Aku langsung paham apa yang dia maksudkan. Maklumlah ia kan anak osis. Mungkin sedang mengurus persiapan untuk acara lomba LCT tingkan SMA di sekolahku.
“eh...sorry ni buru-buru,aku tinggal dulu ya,”katanya sambil tangannya merapikan map-map di tangannya.
“oh..iya...hati-hati,”jawabku sambil nyengir.
“wasallamualaikum.”
“walaikumsallam.”
Anak ini memang benar-benar hebat. Sudah pintar,rajin juga pekerja keras serta saleha pula. Bagaimana mungkin tidak semua laki-laki di sekolah berebut untuk mendapatkan hatinya. Aku tidak seperti teman-temanku yang lain. Aku tidak terlalu berobsesi untuk mendapatkan hatinya meski dalam hati ingin bisa memiliki dia. Aku tersadar, siapa aku ini. Aku hanya seorang yang tak bermateri dan sering dipandang sebelah mata oleh teman-teman. Ku masukkan buku tersebut ke dalam jok motor setelah itu ku pacu motor dengan cepat karena takut teman-teman menunggu lama. Setelah pekerjaan kami selesai aku kemudian pamit dengan teman-teman karena hari sudah mulai petang. Sesampai di rumah ku ketuk pintu rumahku. Tak ada yang menjawab. Kubuka pintu dengan perlahan lalu terdengar suara rintihan tangisan ibuku di dalam kamar. Melihat kesedihan dan ketidakberdayaan ibuku aku pun ikut bersedih. Aku bukan lah super hero. Aku pun punya perasaan. Kuletakkan tasku di kamar depan dan langsung ku jemput ke dua adikku di rumah bude. Di perjalanan aku pun tersadar. Ternyata untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan terkadang perlu pengorbanan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes